ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA
HALUSINASI DENGAR DAN LIHAT DAN WAHAM AGAMA
I.
KONSEP
DASAR HALUSINASI
A.
Konsep
Dasar Orientasi Realitas
Gangguan
orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada
realitas. Klien tidak dapat membedakan
rangsang internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan.
Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku yang
sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan
orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan proses fikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan
fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi
mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial
mengakibatkan kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non
verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan
sosial). Oleh karena gangguan orientasi terkait dengan fungsi otak maka
gangguan atau respons yang timbul disebut pula respons neurobiologik.
Umumnya klien dengan
gangguan orientasi realitas dibawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal-hal lain. Gejala yang
sering menjadi alasan keluarga yaitu halusinasi, waham, isolasi sosial,
perilaku kekerasan, kerusakan komunikasi.
Dalam laporan asuhan
keperawatan jiwa ini akan kita bahas lebih jauh tentang salah satu gejala
diatas yaitu halusinasi.
B. Pengertian Halusinasi
Hallucinations
are perseptions of an external stimulus when no such stimulus is present. They may involve any of the senses; sight,
sound, smell, taste, and touch. (Rawlins, 1993 : 162).
Halusinasi adalah tanggapan
(persepsi) panca indera tanpa rangsang dari luar diri (external). Halusinasi
dapat berupa halusinasi dengar, lihat, hidu (cium), raba dan kecap. (Keliat, 1998 : 5).
Halusinasi suatu pengalaman
sensorik tanpa dasar yang mencukupi dalam
rangsangan luar, namun demikian
pasien menentukan letak asalnya di
luar dirinya
sendiri. ( Left, 1995 : 68 ).
Halusinasi akustik (pendengaran)
sering berbentuk akoasma, suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat
dibedakan secara tegas dan phonema, suara-suara yang terbentuk suara yang jelas
seperti yang berasal dari manusia, hewan atau mesin. (RSJP Banjarmasin,
2001 : 3).
Jadi dapat disimpulkan bahwa
halusinasi adalah persepsi terhadap rangsang dari luar yang tidak nyata dan
meskipun rangsangan tidak ada, pasien seolah-olah merasakan dalam keadaan
sadar. Menurut H. G. Morgan dan M. H.
Morgan (1991: 42), bentuk halusinasi auditorik/pendengaran yang paling banyak
yaitu 95 % dimana halusinasi pendengaran adalah mendengar suara-suara dan bunyi
tanpa stimulus nyata dan orang lain.
C.
Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut Stuart dan
Sundeen, (1995) halusinasi pada seseorang muncul akibat adanya dua macam
faktor, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. (Keliat, 1998 :
3)
1.
Faktor
Predisposisi
Faktor
predisposisi yang mungkin mengakibatkan
gangguan orientasi realitas adalah aspek biologis, psikologis dan sosial.
a.
Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/SSP dapat menimbulkan gangguan
seperti :
1)
Hambatan
perkembangan khususnya korteks frontal, temporal, dan limbik. Gejala yang
mungkin timbul adalah: hambatan dalam belajar, berbicara dan daya ingat.
2)
Pertumbuhan
dan perkembangan individu pada pranatal, perinatal, neonatus dan kanak-kanak.
b.
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh
atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu
melindungi. Pola asuh usia kanak-kanak
yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada
kekosongan emosi. Konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orangtua,
aniaya dan kekerasan rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan
orientasi realitas.
c.
Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan, konflik sosial budaya, kehidupan yang terisolasi
disertai stres yang menumpuk.
2.
Faktor
Presipitasi
Umumnya sebelum timbul gejala klien
mengalami hubungan yang bermusuhan,
tekanan, isolasi, pengangguran,
yang disertai perasaan tidak
berguna, tidak berdaya dan putus asa.
D.
Rentang Respon Neurobiologik
Respon klien atau gejala dan tanda
yang dapat dideteksi dari berbagai respon yang terkait dengan fungsi otak yaitu
kognisi, persepsi, emosi, perilaku dan sosialisasi, yang juga saling berhubungan, dapat dilihat
pada bagan rentang respon dibawah ini (Stuart & Sundeen, 1998 : 300)
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial
|
Pikiran kadang menyimpang
Ilusi
Reaksi
emosional berlebihan atau kurang
Perilaku ganjil atau tak lazim
Menarik diri
|
Kelainan pikiran atau delusi
Halusinasi
Ketidakmampuan untuk mengalami emosi
Ketidakteraturan
Isolasi sosial
|
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologik
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi
sepanjang rentang respon diatas, sehinnga kita dapat menilai apakah respon
tersebut adaptif atau maladaptif. Respon adaptif ditandai dengan pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai, hubungan
sosial, tetapi apabila respon berada diantara rentang respon adaptif dan
maladaftif ditandai dengan pikiran kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan atau kurang, perilaku
ganjil atau tak lazim, menarik diri. Sedangkan pada respon klien yang
maladaptif ditandai dengan kelainan pikiran atau delusi, halusinasi,
ketidakmampuan untuk mengalami emosi, ketidakteraturan, isolasi sosial.
E.
Tanda
Dan Gejala Halusinasi
Tanda dan gejala yang didasarkan atas penggolongan (Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa RSJP Bogor dikutip oleh
RSJP Banjarmasin 2001: 96-98) yaitu :
1.
Penggolongan
yang memerlukan Perawatan Total yaitu
bicara, senyum dan tertawa sendiri, mondar-mandir, disorientasi waktu, tempat
dan orang, bersikap seperti mendengarkan sesuatu, mata tertuju pada satu arah,
mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasakan sesuatu
yang tidak nyata, konsentrasi kurang, curiga dan bermusuhan, sulit membuat
keputusan, cemas, mudah tersinggung, menyalahkan diri sendiri/orang lain,
ekspresi wajah tegang
2.
Penggolongan
yang memerlukan Perawatan Parsial yaitu bicara, senyum dan tertawa sendiri,
mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasakan sesuatu
yang tidak nyata, mulai dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, komunikasi
sudah bisa diarahkan, sikap curiga dan bermusuhan, interaksi dengan orang lain
terganggu, mudah tersinggung, kebersihan diri dengan dibimbing, cemas masih
ada, kadang-kadang mengalami gangguan berpikir, mengalami ilusi, reaksi
emosional yang berlebihan atau berkurang, perilaku aneh dan tidak biasa.
3.
Penggolongan
yang memerlukan Perawatan Minimal yaitu ekspresi tenang, klien sudah mengenal
halusinasinya, klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda timbulnya halusinasi,
komunikasi klien terarah/kooperatif, perawatan kebersihan diri secara mandiri,
klien dapat berkonsentrasi, klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
baik, berpikir logis, persepsi adekuat, emosi sesuai dengan kenyataan, perilaku
sesuai, dapat berinteraksi sosial.
F.
Jenis
Halusinasi
Menurut
Stuart dan Sundeen, (1998: 306-307), halusinasi terbagi menjadi :
1.
Halusinasi
Pendengaran
Mendengar
suara, paling sering suara orang, berkisar dari suara sederhana sampai suara
yang berbicara mengenai klien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang
atau lebih tentang orang yang sedang berhalusinasi, kadang-kadang suara
memerintahkan untuk melakukan hal yang berbahaya. Perilaku yang tampak
melirikkan mata kekiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang
berbicara, mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
tidak berbicara atau kepada benda mati, terlibat percakapan dengan benda mati
atau dengan seseorang yang tidak tampak, menggerak-gerakkan mulut seperti
sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
2.
Halusinasi
Penglihatan
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometrik,
gambar karton, dan/atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat sesuatu yang menyenangkan
atau yang menakutkan seperti monster.
3.
Halusinasi
Penciuman
Membau busuk,
amis dan bau yang menjijikkan
seperti darah, urin, atau
feces. Kadang-kadang
terhidu bau harum.
4.
Halusinasi
Pengecapan
Merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan seperti rasa darah, urin atau feces.
5.
Halusinasi
Perabaan
Mengalami rasa sakit
atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
6.
Senestetik
Merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urin.
G.
Tingkat
Intensitas Halusinasi
Halusinasi
terjadi secara bertahap dari yang paling ringan hingga ke arah halusinasi
tingkat berat.
Menurut Stuart dan Sundeen, (1998 :
328-329), intensitas halusinasi ada 4
tahap yaitu :
Tabel 2.1 Intensitas halusinasi.
Tingkat
|
Karakteristik
|
Perilaku pasien
yang teramati
|
Tahap I :
|
|
|
Secara umum halusinasi bersifat
menyenangkan
|
Orang yang berhalusinasi mengalami
keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta
mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas;
individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut dapat
dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi
( nonpsikotik ).
|
Ø Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Ø Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Ø Gerakan mata yang cepat.
Ø Respons
verbal yang lamban.
Ø Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
mengasyikkan.
|
Tahap II :
|
|
|
Secara umum halusinasi menjijikkan
|
Pengalaman sensori bersi-fat
menjijikkan dan mena-kutkan; orang yang ber-halusinasi mulai merasa
kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber
yang dipersepsi-kan; individu mungkin merasa malu karena pe-ngalaman
sensorinya dan menarik diri dari orang lain ( nonpsikotik ).
|
Ø Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan
ansietas mis ; peningkatan nadi, pernafasan dan TD.
Ø Penyempitan kemampuan konsentrasi.
Ø Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
|
Tahap III :
|
|
|
Pengalaman sensori menjadi penguasa
|
Orang yang berhalusinasi menyerah
untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai
dirinya; isi halusinasi dapat berupa permohonan; individu mungkin mengalami
kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir
( psikotik )
|
Ø Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang
diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.
Ø Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Ø Rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik.
Ø Gejala fisik dari ansietas berat, seperti
berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
|
Tahap IV :
|
|
|
Secara umum halusinasi menjadi bebih
rumit dan saling terkait dengan delusi
|
Pengalaman sensori mungkin menakutkan
jika individu tidak mengikuti perintah ; halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik
( psikotik )
|
Ø Perilaku menyerang teror seperti panik.
Ø Sangat potensial melakukan bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Ø Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi
seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton.
Ø Tidak mampu berespons terhadap petunjuk
kompleks.
Ø Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu
orang.
|
H.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan halusinasi meliputi
farmakoterapi, terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi
seni, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi aktivitas
kelompok, rehabilitasi untuk proses refungsionalisasi dan pengembangan bagi
klien agar mampu melaksanakan tujuan sosialnya dalam kehidupan sehari-hari yang
wajar dalam masyarakat. Prinsip tindakan yang dapat diterapkan dalam merawat
klien halusinasi yaitu membina hubungan saling percaya, mengkaji gejala
halusinasi, memfokuskan pada gejala dan minta klien untuk menjelaskan apa yang
terjadi, mengidentifikasi apakah klien sebelumnya telah minum obat atau
alkohol, jika klien bertanya, nyatakan
secara sederhana bahwa anda tidak mengalami stimulus yang sama, membantu klien
menjelaskan dan membandingkan halusinasi
saat ini dan yang baru saja dialami, mendorong klien mengobservasi dan
menjelaskan pikiran, perasaan dan tindakan yang berhubungan dengan halusinasi
(saat ini maupun yang lalu), membantu klien menjelaskan kerbutuhan yang mungkin
direfleksikan dalam isi halusinasi, membantu klien mengidentifikasi hubungan
antara halusinasi dan kebutuhan yang direfleksikan, menyarankan dan menguatkan
penggunaan hubungan interpersonal dalam memenuhi kebutuhan, dan
mengidentifikasi gejala-gejala psikosis
lainnya mempengaruhi aktifitas sehari-hari klien. (Stuart & Sundeen, 1998:
330-333)
I.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Klien Dengan Halusinasi Dengar dan Lihat
1.
Deskripsi
Halusinasi berupa
bermacam-macam suara, tetapi kebanyakan berupa kata-kata yang sedikit banyak membentuk kalimat dan saling berhubungan
atau yang dialamatkan kepada penderita. Penderita dapat berbicara atau
bertengkar dengan suara-suara itu. Kadang-kadang isi perkataan menyenangkan,
tetapi biasanya tidak menyenangkan, menghina, kotor atau bersifat menuduh.
(RSJP Banjarmasin ,2001 : 3).
2.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan
perumusan masalah kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual. Pengelompokan data pada
pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian
terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Data
dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data primer (klien), sumber
data sekunder seperti keluarga, teman dekat klien, tim kesehatan, catatan dalam
berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Isi pengkajian meliputi :
a.
Identitas
klien
Nama, umur, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, informan, No. RM.
b.
Keluhan
utama/alasan masuk
Apa penyebab klien masuk RS, apa yang telah
dilakukan untuk mengatasi masalah klien dan bagaimana hasilnya.
c.
Faktor
predisposisi
Apakah
klien pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa
lalu,
pengobatan yang pernah
dilakukan, riwayat penganiayaan fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal, baik itu dilakukan, dialami, disaksikan oleh
klien, apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman
yang tidak menyenangkan.
d.
Aspek fisik /
biologis
Ukur tanda vital, TB, BB.
Tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan.
e.
Aspek
psikososial
1).
Genogram
Pembuatan genogram minimal 3
generasi yang menggambarkan hubungan klien dengan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan
individu dan keluarga.
2).
Konsep diri
a)
Citra tubuh
Tanyakan dan observasi tentang persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
yang disukai dan tidak disukai.
b)
Identitas
diri
Tanyakan dan observasi
tentang status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan terhadap status dan
sebagai laki-laki atau perempuan.
c)
Peran
Tanyakan tugas yang diemban dalam keluarga, kelompok, masyarakat
dan kemampuan klien melaksanakannya.
d)
Ideal diri
Tanyakan harapan terhadap tubuh klien,
posisi, status, tugas/peran.
e)
Harga diri
Tanyakan dan nilai melalui observasi
lingkungan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi nomor 2 (a), (b), (c) dan
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupan klien.
3).
Hubungan
sosial
Tanyakan siapa orang terdekat
dalam kehidupan klien, kegiatan di masyarakat.
4).
Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan
serta kegiatan ibadah klien.
f.
Status mental
1).
Penampilan;
penggunaan dan ketepatan cara berpakaian.
2).
Pembicaraan;
cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau tidak dapat
memulai pembicaraan.
3).
Aktivitas
motorik; nampak adanya kegelisahan, kelesuan, ketegangan, gelisah, agitasi,
tremor, TIK, grimasum, kompulsif
4).
Alam
perasaan; sedih, putus asa, gembira, ketakutan, khawatir.
5).
Afek; datar,
tumpul, labil, tidak sesuai.
6).
Interaksi
selama wawancara; bermusuhan, kooperatif
/ tidak, mudah tersinggung, curiga,kontak mata kurang, defensif.
7).
Persepsi :
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
dan orang lain tidak mendengar, kadang suara yang didengar bisa menyenangkan
tetapi kebanyakan tidak menyenangkan, menghina bisa juga perintah untuk
melakukan sesuatu yang berbahaya baik diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan. Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore, malam hari atau pada saat
klien sedang sendiri.
8).
Proses pikir;
sirkumstansial, tangensial, kehilangan asosiasi, flight of ideas, bloking,
perseverasi.
9).
Isi pikir;
obsesi, phobia, hipokondria, depersonalisasi, waham, pikiran magis, ide yang
terkait.
10).
Tingkat
kesadaran; orientasi orang, waktu, tempat jelas, bingung, sedasi, stupor.
11).
Memori;
apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang, jangka pendek, saat
ini, ataupun konfabulasi.
12).
Tingkat
konsentrasi dan berhitung; observasi kemampuan klien berkonsentrasi, berhitung.
13).
Kemampuan
penilaian; berikan pilihan tindakan yang sederhana. apakah klien membuat keputusan atau harus dibantu.
14).
Daya tilik
diri; apakah klien menerima atau mengingkari penyakitnya, menyalahkan orang
lain atas penyakitnya.
g.
Kebutuhan
persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan
mandi, BAB/BAK, makan, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam dan diluar rumah.
h.
Mekanisme
koping
Tanyakan tentang koping klien dalam
mengatasi masalah baik yang adaptif maupun yang maladaptif.
i.
Masalah
psikososial dan lingkungan
Apakah ada masalah dengan dukungan
kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, dan pelayanan
kesehatan.
j.
Pengetahuan
Mengkaji kurang pengetahuan klien tentang
penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik,
obat-obatan.
k.
Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien, tulis obat-obatan klien.
PEDOMAN POHON MASALAH
3.
Daftar
masalah
a.
Resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b.
Perubahan
persepsi sensori; halusinasi dengar.
c.
Isolasi
sosial; menarik diri.
d.
Menurunnya
motivasi perawatan diri.
e.
Defisit
perawatan diri.
f.
Gangguan
konsep diri; harga diri rendah
g.
Koping
individu tidak efektif.
h.
Berduka
disfungsional.
i.
Perilaku
kekerasan.
j.
Tidak
efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik.
k.
Tidak
efektifnya koping keluarga; ketidaktahuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit.
4.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga,
kelompok, komunitas terhadap proses kehidupan atau masalah kesehatan dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang mendasari intervensi keperawatan yang
menjadi tanggung gugat perawat. (Keliat, 1998).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien
dengan halusinasi dengar adalah sebagai berikut :
a.
Resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
dengar.
b.
Perubahan
persepsi sensori; halusinasi dengar berhubungan dengan menarik diri.
c.
Isolasi
sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d.
Menurunnya
motivasi perawatan diri berhubungan dengan harga diri rendah.
e.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan menurunnya motivasi perawatan.
f.
Gangguan
konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif.
g.
Gangguan
konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.
h.
Perilaku
kekerasan berhubungan dengan tidak efektifnya penatalaksanaan regimen
terapeutik.
i.
Tidak
efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
j.
Perilaku
kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
5.
Rencana
Tindakan Keperawatan.
a.
Bina hubungan
saling percaya dengan klien.
1)
Buat kontrak
dengan klien; memperkenalkan nama perawat, tujuan dan waktu interaksi.
2)
Ajak klien
bercakap-cakap dengan memanggil nama panggilan klien, untuk menunjukkan
perhatian yang tulus kepada klien.
3)
Jelaskan pada
klien bahwa informasi tentang pribadi
klien tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak
berkepentingan.
b.
Bantu klien
mengenal halusinasinya.
1)
Adakan kontak
sering dan bertahap.
2)
Observasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; berbicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang kekiri dan kanan dan seolah-olah ada teman bicara.
3)
Bantu klien
mengenal halusinasinya :
a)
Jika
menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang didengar.
b)
Jika klien
menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
c)
Katakan bahwa
perawat percaya klien mendengar suara itu namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh/menghakimi)
d)
Katakan bahwa
klien lain ada yang seperti klien.
e)
Katakan bahwa
perawat akan membantu klien .
4)
Diskusikan
dengan klien :
a)
Situasi yang
menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
b)
Waktu dan
frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore dan malam atau jika sendiri)
5)
Diskusikan
dengan klien apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, senang). Beri kesempatan untuk
mengekspresikan perasaannya.
c.
Ajarkan cara
mengontrol halusinasi.
1)
Identifikasi
bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, dan lain-lain).
2)
Diskusikan
manfaat dan cara yang digunakan klien jika bermanfaat beri pujian.
3)
Diskusikan
cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
a)
Katakan “saya
tidak mendengar kamu” pada saat halusinasi terjadi.
b)
Menemui orang
lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar.
c)
Mencatat
jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
d)
Meminta
keluarga/teman/perawat menyapa jika tampak
bicara sendiri.
4)
Bantu klien
memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
5)
Beri
kesempatan untuk melakukan cara-cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan
beri pujian jika berhasil.
6)
Anjurkan
klien mengikuti TAK, orientasi realita, stimuli persepsi.
d.
Klien
mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1)
Anjurkan
klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2)
Diskusikan
dengan (pada saat keluarga berkunjung dan pada saat kunjungan rumah) :
a)
Gejala
halusinasi yang dialami oleh klien.
b)
Cara yang
dilakukan klien atau keluarga untuk memutus halusinasi.
c)
Cara merawat
anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama dan bepergian bersama.
d)
Beri
informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tidak
terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
e.
Klien dapat
memanfaatkan obat dengan baik.
1)
Diskusikan
dengan keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat.
2)
Anjurkan
klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
3)
Anjurkan
klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang
dirasakan.
4)
Diskusikan
akibat berhentinya minum obat tanpa konsultasi.
5)
Bantu klien
menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
6.
Evaluasi
a.
Klien mampu :
1).
Memutus
halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
2).
Melakukan kegiatan
hidup sehari-hari sesuai jadwal yang dibuat klien.
3).
Meminta
bantuan keluarga.
4).
Menggunakan
obat dengan benar.
5).
Melakukan
follow up secara teratur.
b.
Keluarga
mampu :
1).
Mengidentifikasi gejala halusinasi
2).
Merawat klien
di rumah; cara memutus halusinasi, mendukung kegiatan klien.
3).
Menolong
klien menggunakan obat dan follow up.
0 komentar:
Posting Komentar